Author Archives: it-team-2
Perhitungan Tingkat Karies Pada Anak Menggunakan Indeks DMFT dan Significant Caries Index (SiC) (Studi Pada Siswa SMP IT Nurul Islah Beurawe, Banda Aceh) »
Posted on April 10, 2025Abstrak
Karies gigi merupakan salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling umum terjadi pada anak-anak usia sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung dan menganalisis tingkat karies pada siswa SMP IT Nurul Islah Beurawe, Banda Aceh, menggunakan indeks DMFT (Decayed, Missing, and Filled Teeth) serta Significant Caries Index (SiC). Metode yang digunakan adalah observasi langsung dan pencatatan klinis berdasarkan standar WHO. Hasil menunjukkan nilai rata-rata indeks DMFT sebesar 3,2 dan nilai SiC sebesar 5,6. Data ini menunjukkan bahwa tingkat karies di kalangan siswa cukup tinggi, dengan sepertiga siswa mengalami karies yang signifikan. Diperlukan program promotif dan preventif dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut siswa.
Pendahuluan
Kesehatan gigi dan mulut anak-anak merupakan aspek penting dalam menunjang kualitas hidup serta prestasi belajar. Salah satu indikator utama untuk menilai status kesehatan gigi adalah karies, yang jika tidak ditangani, dapat mengakibatkan nyeri, infeksi, hingga kehilangan gigi permanen.
Indeks DMFT (Decayed, Missing, and Filled Teeth) merupakan alat epidemiologi yang banyak digunakan untuk mengukur tingkat karies pada populasi. Namun, DMFT seringkali tidak mampu menunjukkan distribusi karies secara mendalam, terutama pada kelompok dengan risiko tinggi. Oleh karena itu, WHO merekomendasikan penggunaan Significant Caries Index (SiC), yang fokus pada sepertiga populasi dengan nilai DMFT tertinggi, untuk menggambarkan kebutuhan perawatan yang lebih mendesak.
Penelitian ini bertujuan untuk menghitung nilai indeks DMFT dan SiC pada siswa SMP IT Nurul Islah Beurawe, Banda Aceh, guna memperoleh gambaran nyata kondisi karies serta memberikan dasar data dalam merancang program intervensi kesehatan gigi.
Metodologi
Desain Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP IT Nurul Islah Beurawe Banda Aceh. Sampel diambil secara purposive dengan mempertimbangkan ketersediaan dan kesediaan siswa mengikuti pemeriksaan, dengan total 100 siswa.
Pengumpulan Data
Pemeriksaan dilakukan oleh tenaga kesehatan gigi profesional dengan alat standar WHO. Data dikumpulkan melalui observasi klinis langsung pada gigi tetap siswa, kemudian dicatat dalam format DMFT:
- D (Decayed): jumlah gigi yang berlubang
- M (Missing): jumlah gigi yang hilang karena karies
- F (Filled): jumlah gigi yang ditambal
Setelah mendapatkan skor DMFT individu, dilakukan perhitungan nilai rata-rata serta nilai SiC, yaitu rata-rata DMFT dari sepertiga siswa dengan skor DMFT tertinggi.
Hasil dan Pembahasan
Hasil Indeks DMFT
Rata-rata indeks DMFT siswa adalah 3,2, dengan rincian:
- D = 2,4 (gigi berlubang)
- M = 0,3 (gigi hilang)
- F = 0,5 (gigi ditambal)
Significant Caries Index (SiC)
Nilai SiC diperoleh dari 33 siswa (sepertiga populasi) dengan skor DMFT tertinggi. Hasil menunjukkan nilai rata-rata SiC sebesar 5,6, jauh di atas ambang batas yang ditetapkan WHO (?3 untuk populasi anak usia sekolah).
Diskusi
Hasil menunjukkan bahwa meskipun rata-rata DMFT berada pada tingkat sedang, nilai SiC yang tinggi menunjukkan adanya kelompok siswa yang sangat rentan terhadap karies. Ini menandakan ketimpangan dalam distribusi karies, dan kelompok ini membutuhkan perhatian khusus dari segi edukasi, pencegahan, serta perawatan. Kurangnya kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan gigi, kebiasaan konsumsi makanan manis, dan rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan gigi menjadi faktor penyebab utama.
Kesimpulan dan Saran
Penelitian ini menyimpulkan bahwa:
- Tingkat karies pada siswa SMP IT Nurul Islah Beurawe tergolong sedang menurut DMFT (3,2)
- Namun, nilai SiC yang tinggi (5,6) menunjukkan adanya kelompok risiko tinggi yang membutuhkan intervensi segera
Rekomendasi
- Melakukan penyuluhan rutin mengenai kebersihan gigi dan mulut
- Mengadakan pemeriksaan dan perawatan gigi secara berkala di sekolah
- Menjalin kerja sama antara pihak sekolah, puskesmas, dan orang tua siswa untuk program promotif dan preventif
Gambaran Pemeliharaan Kebersihan Gigi dan Mulut Pengguna Gigi Tiruan Sebagian Lepasan Akrilik di Gampong Seuneubok, Meulaboh, Aceh Barat »
Posted on April 10, 2025Abstrak
Pemakaian gigi tiruan sebagian lepasan (GTPL) berbahan akrilik merupakan solusi umum bagi individu yang mengalami kehilangan sebagian gigi. Namun, kebersihan gigi dan mulut yang buruk pada pengguna GTPL dapat memicu komplikasi seperti stomatitis, bau mulut, serta infeksi jaringan lunak. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan perilaku pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut pengguna GTPL akrilik di Gampong Seuneubok, Meulaboh, Aceh Barat. Metode penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan survei melalui kuesioner dan wawancara. Hasil menunjukkan bahwa 61% responden tidak membersihkan gigi tiruannya secara rutin, dan hanya 23% yang menyikat GTPL dengan metode yang benar. Pengetahuan dan praktik kebersihan mulut yang rendah menjadi tantangan utama. Diperlukan edukasi dan pendampingan berkelanjutan untuk meningkatkan perilaku perawatan gigi tiruan demi mendukung kesehatan rongga mulut secara menyeluruh.
Pendahuluan
Kehilangan gigi merupakan kondisi yang umum terjadi, terutama pada usia dewasa hingga lanjut usia. Salah satu pilihan perawatan untuk mengembalikan fungsi dan estetika gigi adalah penggunaan gigi tiruan sebagian lepasan (GTPL), khususnya yang berbahan dasar akrilik karena harganya relatif terjangkau dan mudah dibuat.
Namun, keberhasilan penggunaan GTPL tidak hanya bergantung pada kualitas gigi tiruan, tetapi juga pada kebersihan gigi tiruan dan rongga mulut penggunanya. Kurangnya pengetahuan dan praktik yang kurang tepat dalam merawat GTPL dapat menyebabkan berbagai masalah, seperti bau mulut, iritasi jaringan lunak, hingga stomatitis denture-related.
Gampong Seuneubok di Meulaboh, Aceh Barat, merupakan salah satu wilayah dengan jumlah pengguna GTPL yang cukup signifikan, khususnya pada kelompok usia dewasa dan lansia. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai bagaimana masyarakat di wilayah ini menjaga kebersihan gigi dan mulut mereka selama menggunakan GTPL berbahan akrilik.
Metodologi Penelitian
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan studi deskriptif dengan pendekatan kuantitatif.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pengguna GTPL akrilik di Gampong Seuneubok. Sampel diambil secara purposive sebanyak 40 responden berdasarkan kriteria inklusi:
-
Telah menggunakan GTPL akrilik minimal 3 bulan
-
Bersedia menjadi responden dan mengisi kuesioner
Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data
Data dikumpulkan melalui kuesioner terstruktur dan wawancara langsung. Kuesioner terdiri dari tiga bagian utama:
-
Pengetahuan tentang perawatan gigi tiruan
-
Praktik kebersihan GTPL dan rongga mulut
-
Frekuensi dan cara membersihkan gigi tiruan
Data dianalisis secara deskriptif dalam bentuk persentase dan distribusi frekuensi.
Hasil Penelitian
Aspek yang Dinilai | Persentase Responden |
---|---|
Menyikat gigi tiruan setiap hari | 39% |
Tidak pernah membersihkan GTPL | 14% |
Membersihkan GTPL hanya dengan air | 61% |
Menggunakan sikat dan sabun/odolan | 23% |
Melepas GTPL saat tidur malam | 31% |
Menyimpan GTPL dalam air bersih saat tidak dipakai | 47% |
Pernah mengalami iritasi atau luka pada gusi | 55% |
Interpretasi
Data menunjukkan bahwa mayoritas responden belum memiliki pemahaman dan praktik yang baik dalam menjaga kebersihan GTPL. Lebih dari separuh responden hanya membersihkan GTPL dengan air tanpa menggunakan bahan pembersih, dan sebagian besar tidak melepas gigi tiruan saat tidur, yang berpotensi meningkatkan risiko infeksi jamur atau luka tekan.
Pembahasan
Rendahnya kesadaran terhadap perawatan gigi tiruan masih menjadi isu yang perlu mendapat perhatian. Praktik yang tidak benar, seperti membersihkan hanya dengan air atau tidak menyikat sama sekali, dapat menyebabkan penumpukan plak dan koloni jamur Candida albicans, yang kerap menjadi penyebab stomatitis denture.
Kurangnya informasi dan edukasi menjadi faktor dominan. Sebagian besar responden mengaku belum pernah mendapatkan penyuluhan atau instruksi dari tenaga kesehatan gigi terkait cara merawat GTPL. Selain itu, faktor usia lanjut dan keterbatasan motorik juga berpengaruh terhadap kemampuan menjaga kebersihan gigi tiruan.
Dari segi kebijakan lokal, belum terdapat program kesehatan gigi yang menyasar kelompok pemakai gigi tiruan secara spesifik di wilayah Gampong Seuneubok. Hal ini menjadi peluang bagi puskesmas atau pihak terkait untuk melakukan intervensi yang terarah.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
-
Sebagian besar pengguna GTPL di Gampong Seuneubok belum menerapkan praktik kebersihan gigi tiruan yang sesuai.
-
Tingkat pengetahuan dan kesadaran masih rendah, sehingga meningkatkan risiko infeksi dan komplikasi rongga mulut.
Saran
-
Penyuluhan berkala: Diperlukan program edukasi oleh puskesmas atau tenaga kesehatan gigi mengenai cara membersihkan dan merawat GTPL yang benar.
-
Pembuatan leaflet/brosur edukatif: Sebagai panduan tertulis yang mudah dipahami oleh masyarakat.
-
Klinik pemeriksaan berkala: Pemeriksaan rutin untuk pengguna gigi tiruan guna mencegah dan mendeteksi dini komplikasi.
-
Pelibatan keluarga: Keluarga atau caregiver dapat dilatih untuk membantu merawat GTPL pada lansia.
Hubungan Kehilangan Gigi Terhadap Status Gizi Usia Lanjut di UPTD Rumoh Seujahtera Geunaseh Sayang Banda Aceh »
Posted on April 10, 2025Abstrak
Kehilangan gigi merupakan masalah umum pada lansia dan dapat memengaruhi kemampuan makan serta asupan nutrisi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara jumlah gigi yang hilang dengan status gizi lansia di UPTD Rumoh Seujahtera Geunaseh Sayang Banda Aceh. Metode penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross-sectional. Data dikumpulkan melalui pemeriksaan kondisi gigi dan pengukuran status gizi menggunakan indeks IMT (Indeks Massa Tubuh). Hasil menunjukkan bahwa lansia dengan jumlah gigi hilang lebih banyak cenderung memiliki status gizi kurang. Terdapat hubungan yang signifikan antara kehilangan gigi dan status gizi. Diperlukan pendekatan terpadu untuk meningkatkan kesehatan gigi serta nutrisi pada lansia.
Pendahuluan
Kesehatan gigi merupakan bagian penting dari kesehatan secara keseluruhan, terutama pada usia lanjut. Salah satu masalah utama yang sering terjadi pada lansia adalah kehilangan gigi. Ketika banyak gigi hilang, kemampuan mengunyah makanan berkurang. Akibatnya, lansia mungkin akan menghindari makanan yang keras atau berserat tinggi seperti daging, sayuran, dan buah-buahan—padahal jenis makanan ini sangat penting untuk kebutuhan gizi harian mereka.
Status gizi pada lansia dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah kemampuan makan. Jika kehilangan gigi membuat mereka kesulitan makan, maka risiko mengalami kekurangan gizi menjadi lebih tinggi. Oleh karena itu, penting untuk memahami apakah ada hubungan yang nyata antara kehilangan gigi dan status gizi lansia, khususnya di lingkungan panti sosial seperti UPTD Rumoh Seujahtera Geunaseh Sayang di Banda Aceh.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif analitik dengan metode cross-sectional (potong lintang).
Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah seluruh lansia yang tinggal di UPTD Rumoh Seujahtera Geunaseh Sayang. Sampel dipilih secara purposive, yaitu lansia yang bersedia ikut serta dan mampu berkomunikasi dengan baik, dengan total 40 responden.
Pengumpulan Data
-
Kehilangan Gigi: Data jumlah gigi yang hilang diperoleh dari pemeriksaan langsung oleh petugas kesehatan gigi.
-
Status Gizi: Diukur dengan menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT) = berat badan (kg) / tinggi badan (m²). Kategori IMT berdasarkan standar WHO.
Analisis Data
Data dianalisis menggunakan uji statistik Chi-Square untuk melihat hubungan antara kehilangan gigi dan status gizi.
Hasil Penelitian
Dari 40 responden, diperoleh hasil sebagai berikut:
-
Lansia dengan kehilangan ? 15 gigi: 60% dari mereka memiliki status gizi kurang
-
Lansia dengan kehilangan < 15 gigi: sebagian besar memiliki status gizi normal
Uji Chi-Square menunjukkan nilai signifikansi p < 0,05, yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah gigi yang hilang dan status gizi lansia.
Pembahasan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin banyak gigi yang hilang, semakin besar risiko lansia mengalami kekurangan gizi. Hal ini dapat dimengerti karena kehilangan gigi membuat lansia lebih sulit mengunyah makanan dengan baik. Mereka cenderung memilih makanan yang lembut, seperti bubur atau nasi tanpa lauk keras, yang seringkali kurang bergizi dan tidak seimbang.
Selain itu, beberapa lansia juga mengalami penurunan nafsu makan karena tidak nyaman saat makan. Kombinasi dari faktor-faktor ini berkontribusi terhadap penurunan status gizi secara bertahap.
Upaya pencegahan kehilangan gigi seharusnya menjadi prioritas sejak usia produktif. Namun, bagi lansia yang sudah kehilangan banyak gigi, penyediaan gigi tiruan, makanan lunak bergizi, dan pendampingan gizi sangat penting untuk menjaga kesehatan mereka.
Kesimpulan
Penelitian ini menyimpulkan bahwa:
-
Kehilangan gigi pada lansia di UPTD Rumoh Seujahtera Geunaseh Sayang memiliki hubungan yang nyata dengan status gizi mereka.
-
Semakin banyak gigi yang hilang, semakin tinggi risiko kekurangan gizi.
Saran
-
Penting dilakukan edukasi mengenai pentingnya menjaga kesehatan gigi sejak dini.
-
Pihak panti atau pengelola fasilitas lansia disarankan menyediakan makanan bergizi dengan tekstur yang sesuai untuk lansia yang kehilangan gigi.
-
Pemeriksaan gigi secara berkala dan pemberian gigi tiruan bisa menjadi solusi jangka panjang untuk memperbaiki kualitas hidup lansia.
Pengaruh Ekstrak Daging Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) terhadap Pertumbuhan Enterococcus faecalis »
Posted on April 10, 2025Abstrak
Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) dikenal sebagai tanaman obat tradisional Indonesia yang memiliki berbagai manfaat farmakologis, termasuk sebagai antibakteri. Salah satu bakteri patogen yang penting di bidang kesehatan gigi dan mulut adalah Enterococcus faecalis, yang dikenal resisten dan sering ditemukan pada infeksi saluran akar gigi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak daging buah mahkota dewa terhadap pertumbuhan E. faecalis. Metode yang digunakan adalah uji difusi cakram dengan konsentrasi ekstrak berbeda (10%, 20%, 30%, dan 40%). Hasil menunjukkan bahwa ekstrak mahkota dewa memiliki aktivitas antibakteri terhadap E. faecalis, dengan zona hambat terbesar pada konsentrasi 40%. Dengan demikian, ekstrak daging buah mahkota dewa berpotensi sebagai antibakteri alami terhadap infeksi bakteri E. faecalis.
Pendahuluan
Enterococcus faecalis merupakan bakteri Gram positif yang bersifat fakultatif anaerob, dan sering ditemukan dalam kasus infeksi saluran akar yang persisten. Bakteri ini memiliki kemampuan bertahan dalam lingkungan yang keras, termasuk sistem saluran akar yang sudah dilakukan perawatan.
Sementara itu, mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) adalah tanaman obat yang banyak tumbuh di Indonesia dan telah digunakan dalam pengobatan tradisional. Buahnya diketahui mengandung senyawa aktif seperti flavonoid, saponin, dan tannin, yang berpotensi sebagai antibakteri, antiinflamasi, dan antioksidan.
Penelitian ini mencoba menjawab pertanyaan: Apakah ekstrak daging buah mahkota dewa dapat menghambat pertumbuhan Enterococcus faecalis? Jika ya, maka tanaman ini bisa menjadi alternatif alami dalam mengatasi infeksi gigi dan saluran akar.
Metodologi Penelitian
Jenis Penelitian
Eksperimen laboratorium menggunakan metode difusi cakram.
Bahan dan Alat
-
Ekstrak etanol daging buah mahkota dewa (10%, 20%, 30%, dan 40%)
-
Kultur murni Enterococcus faecalis
-
Media agar Mueller-Hinton
-
Cakram kertas steril
-
Inkubator
Langkah Kerja
-
Kultur E. faecalis ditanam pada media agar.
-
Cakram kertas yang telah direndam dalam ekstrak dengan konsentrasi berbeda diletakkan di atas media.
-
Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C.
-
Zona hambat diukur menggunakan penggaris digital.
Hasil Penelitian
Konsentrasi Ekstrak | Rata-rata Zona Hambat (mm) |
---|---|
10% | 5,1 mm |
20% | 7,3 mm |
30% | 9,6 mm |
40% | 12,4 mm |
Kontrol Negatif (akuades) | 0 mm |
Kontrol Positif (klorheksidin 0,2%) | 14,8 mm |
Hasil menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak, semakin besar zona hambat terhadap E. faecalis, meskipun belum sekuat klorheksidin sebagai kontrol positif.
Pembahasan
Zona hambat yang dihasilkan ekstrak mahkota dewa menunjukkan adanya aktivitas antibakteri yang nyata terhadap E. faecalis. Senyawa aktif seperti flavonoid bekerja dengan merusak membran sel bakteri, sedangkan tannin dapat mengendapkan protein bakteri dan mengganggu metabolisme mikroba.
Meski efektivitasnya belum setara dengan antibakteri sintetis seperti klorheksidin, namun potensi ekstrak mahkota dewa sebagai antibakteri herbal cukup menjanjikan dan relatif lebih aman, terutama untuk aplikasi jangka panjang di bidang kedokteran gigi.
Kesimpulan
Ekstrak daging buah mahkota dewa memiliki efek antibakteri terhadap Enterococcus faecalis, dengan efektivitas meningkat seiring dengan kenaikan konsentrasi ekstrak. Dengan demikian, tanaman ini berpotensi sebagai agen antibakteri alami dalam pengembangan produk kesehatan mulut, khususnya sebagai alternatif dalam perawatan infeksi saluran akar.
Saran
-
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk uji in vivo atau pada manusia.
-
Pengembangan bentuk sediaan seperti gel, obat kumur, atau pasta gigi berbahan dasar mahkota dewa sangat direkomendasikan.